Hay, aku Ardi. Saat ini aku kelas XI SMK, tepatnya di salah satu sekolah yang terbaik di Malang. Disini aku akan sedikit menceritakan kisah cintaku, yang mungkin pernah terjadi kepada kalian semua, mungkin juga tidak. Tapi sejujurnya, aku yakin kita semua pernah merasakan keindahan dan kesedihan dari hal yang disebut CINTA ‘kan?


            Di sekolahku, aku mengikuti sebuah komunitas dance yang sudah didirikan oleh kakak – kakak kelasku dulu. Aku mengikutinya mulai dari kelas X, jadi kelas XI ini yah … lumayan lah dibandingkan waktu kelas X dulu. Hehehehe. 1 bulan setelah kenaikan kelasku dan hadirnya murid – murid tahun ajaran baru, komunitas kami mengadakan perekrutan anggota baru. Dan Alhamdulillah, anggota baru kami mencapai lebih dari 50 orang di minggu pertama. Namun di minggu kedua, yang hadir hanya sekitar 15 – 20 orang. Yah penurunan sedikit lah. :p


            Nah, diantara anggota – anggota baru tersebut, ada seorang perempuan yang menarik di mataku. Anggap saja namanya Bella (bukan nama palsu). Dia manis, lucu, terlihat lugu, dan matanya yang indah membuatku terpana seketika saat pertama kali melihatnya. Setelah kucoba mencari informasi tentang dia, mulai dari SMP asalnya, facebook-nya, stalking profile dia, akhirnya aku mendapatkan nomer handphone-nya. Langsung saja ku SMS dia, basa-basi sambil secara tersirat mencari tahu apa dia sudah punya pacar apa belum. Ketika kuketahui dia belum punya pacar, aku langsung berpikir, ‘Inilah kesempatanku!’

            Berminggu – minggu aku mendekati dia. Menjemput serta mengantarnya setelah latihan dance, menjenguknya ketika ia sakit, membantunya menyiapkan hadiah ulang tahun untuk sahabatnya, intinya aku ingin menjadi yang terbaik buat dia, sehingga dia akan luluh karena upayaku ini. Aku mulai menyayanginya setulus hati. Merasakan suatu perasaan yang tidak pernah aku rasakan selama ini. Ingin sekali aku memeluknya, tapi apa daya, aku bukan siapa – siapa bagi dia. Bahkan setelah hampir 2 bulan, aku masih memendam perasaanku ini serapat mungkin.

            Suatu hari, aku ngobrol sama dia sepulang latihan. 

“Bel, pulang yuk. Ini anak – anak udah mau pulang semua lho.”, ajakku.

“Iya, kak. Sebentar ya, aku beresin dulu barang – barangku.”, jawab Bella.

“Sini aku bantu.”, aku menghampirinya dan membantunya membereskan barang – barangnya. Saat itulah dia bertanya sesuatu kepadaku.

“Kak, kakak kok baik banget sih sama aku? Kenapa kak?”, tanyanya sambil memandangku.
Aku langsung salah tingkah dan bingung untuk menjawabnya.

“Emb … Gak papa bel. Emangnya gak boleh ya?”, tanyaku bodoh. Duhh! Jawaban macam apa sih yang keluar dari mulutku barusan?! Bodoh banget deh.

“Ooo …  Gak papa kok kak. Makasih ya kak. Kakak baik banget sama aku. Aku bahkan sampai gak sadar udah anggep kakak kayak kakakku sendiri.”, jawabnya sambil tersenyum.

            Blarrrr!! Seolah – olah ada sambaran petir yang sangat keras di dalam hatiku. Sebuah kalimat yang sangat tidak aku harapkan keluar dari bibirnya yang manis itu membuatku langsung lemas tak berdaya. Setelah itu aku hanya bisa diam, merenungkan apakah yang aku lakukan selama ini sia – sia? Sama sekali tak berartikah aku di matanya? Entahlah. Kurasa jawaban itu hanya dia dan Tuhan yang tau.

            Beberapa hari setelah kejadian itu, Bella mengalami patah tulang karena jatuh. Mendengar kabar itu, aku langsung menghubungi Bella dan berniat menjenguknya di rumah setelah pulang sekolah. Tak disangka tak diduga, salah seorang temanku minta ikut ke rumah Bella, sebut saja namanya Yuda. Akupun setuju saja tanpa ada perasaan curiga apapun saat itu.

            Akhirnya kami sampai di rumah Bella sekitar pukul setengah 1. Aku langsung menanyakan keadaannya, sebab kenapa dia bisa jatuh, dan segala hal yang benar – benar membuat orang lain akan tahu kalau memiliki feel sama Bella. Tapi entah kenapa dia menjawab pertanyaanku dengan jawaban yang terlihat begitu cueknya kepadaku. Dan yang membuatku sebal, dia malah sibuk ngobrol sama Yuda, bukan sama aku yang udah kenal cukup lama dia kenal.

                    Dan akhirnya pun aku tahu, bahwa mereka udah JADIAN.

            Shock. Itulah yang aku rasakan pertama kali. Setelah itu berurutan perasaan yang lain ikut nimbrung juga dalam diri aku. Sebangsanya jealous (eh, bagi yang sering nulis ‘jeles’, mulai sekarang diperbaiki yah), marah karena merasa gak dianggap, frustasi, bahkan hampir bunuh diri (yang terakhir ini cuma tambahan agar cerita ini lebih mendramatisir, bukannya kenyataan). Bagaimana tidak, seseorang yang udah aku perjuangkan agar aku bisa memiliki hatinya, malah sudah jadian sama temen aku sendiri, seolah aku hanya batu loncatan bagi dia. Pengen banget aku teriak di depan semua orang kalau aku bener – bener sayang sama dia, tapi ntar dianggepnya aku orang gila lagi.

            Beberapa hari aku diemin dia. Gak sms dia, gak nginbox dia pas kebetulan dia online, pas ketemu di sekolah aku juga gak nyapa dia. Bahkan ngelihat pun juga enggak. Yang lebih parah, aku jadi malas buat latihan. Karena nanti ujung – ujungnya pasti lihat dia sama temenku itu mesra – mesraan. Bukannya panas keringatan karena latihan, tapi malah panas kratak gara – gara lihat mereka berdua pacaran lagi. Ogah deh.

            Sampai suatu hari, entah karena dia ngerasa bersalah atau cuma pengen tahu  alasanku jarang ikut latihan aja, dia ngajak aku ketemuan. Aku sebenernya males buat ketemu dia, tapi ya gak papalah. Lagian mau sebel bagaimanapun, aku masih ngrasa kangen banget sama dia. Jadi aku ketemuan sama dia di daerah deket rumah dia. Awalnya dia ngajak basa – basi dulu, tapi karena aku ngejawab dia dengan cuek, akhirnya dia langsung menjurus ke pokok permasalahannya.

“Kak, kakak kenapa gak pernah ikut latihan lagi?”, tanyanya yang mulai serius.

“Gak papa.”

“kak, jangan cuek gitu dong kak. Jawab pertanyaanku dong. Kakak kok gitu sih sekarang?.” Nadanya pun mulai terdengar sebal.

“Gak papa kok bel. Lagi Badmood aja.”

“Kak Ardi! Jawab dengan serius dong pertanyaanku!”
Tak kusangka, air matanya pun kulihat mengalir di pipinya.

“Loh bel. Kok nangis sih? Jangan nangis dong, gak enak nih kalau orang – orang liat ntar.”, aku mulai salah tingkah.

              Sungguh, aku tak pernah menginginkan air matanya terjatuh karenaku. Seketika aku langsung merasa bersalah serta bingung harus bagaimana saat itu.

“Kak, aku tahu kakak marah sama aku. Aku tahu kakak marah karena aku jadian sama Kak Yuda. Aku gak cerita ke kakak karena aku gak mau kehilangan kakak, yang udah aku sayang seperti kakak kandungku sendiri, yang udah baik selama ini sama aku. Aku sayang kakak, bahkan lebih besar dari rasa sayangku ke Kak Yuda.”, jelasnya sambil mulai terisak.

Tanpa sadar, tanganku mulai menarik badannya, dan kupeluk dia seerat mungkin. Entah kenapa perasaanku yang tadinya tidak begitu peduli dengan dia, saat itu menjadi perasaan yang sangat hangat, yang sangat nyaman, membuat dinding es yang tumbuh beberapa hari ini, mencair begitu cepat hanya dalam hitungan detik. Saat itu aku berharap, andai saja waktu dapat berhenti, ingin sekali aku menghentikannya pada saat itu juga. Bukan untuk sekejap, tapi untuk selamanya. Karena saat itulah aku baru menyadari bahwa dia sangat sayang kepadaku, mungkin lebih dari rasa sayangku kepadanya yang egois ini.

         *****

BELLA. Nama itulah yang menyadarkanku bahwa cinta MEMANG terkadang tak harus memiliki. Nama itu jugalah yang membuatku merasakan bahagia. Bukan karena akhirnya aku berhasil mendapatkan cintanya, tapi malah karena aku tak mampu mendapatkan cintanyalah yang membuatku merasakan bahagia. Begitu banyak hal yang dapat aku pelajari dari dia. Kedewasaannya dalam memilih keputusan, ketulusannya dalam menyayangi, serta keikhlasannya dalam menjaga sebuah hubungan. Dia seperti inspirasiku. Seperti sebuah ‘Atom’ kecil yang menyusun setiap organisme dan benda – benda di seluruh dunia ini, dialah ‘Atom’ yang menyusun segala unsur keindahan seperti yang telah dia berikan kepadaku. Sebuah pelangi yang takkan hilang dimakan waktu, yang warnanya takkan pernah benar - benar pudar, meskipun sering kali terlihat hampir hilang, dia akan kembali pada saat yang telah dijanjikan oleh Tuhannya.

            Satu kalimat darinya yang masih terngiang di telingaku sampai saat ini,
“Mungkin akan ada MANTAN pacar, tapi tak akan pernah ada dalam hidupku yang namanya MANTAN KAKAK.”­­­
                                                                    TAMAT


Bagi yang ingin membacanya di rumah karena alasan terburu - buru, bisa juga download filenya PDF di bawah ini :)

2 komentar:

Chaar mengatakan...

ini mah curhatan pengalaman pribadi ya ? :p
btw, aku ga buru-buru padahal aku juga lagi baca di rumah :D

Ade Rizqi Fadhillah mengatakan...

yah, setengah benar setengah salah sih :p
hehehehe

Posting Komentar

Copyright © 2012 Cerita dan Tulisan Anak Negeri / Template by : Urang-kurai