Hay! Salam Kenal, kawan! Perkenalkan, namaku Gita Nanda. Saat ini aku berumur 21 tahun dan tinggal di daerah kota Malang, Jawa Timur, Indonesia. Aku dilahirkan dari keluarga yang broken home dan kedua orangtuaku pergi tiada kejelasan waktu aku masih kecil, meninggalkanku dengan nenekku yang sendirian. Kali ini, aku ingin menceritakan kepada kalian semua tentang kisah masa laluku, yang terjadi begitu spontan tanpa terduga sama sekali oleh akal serta pikiranku. Namun di dalam kisah inilah aku menemukan jati diriku. Sebuah kasih sayang yang mampu membuat hati kecilku berteriak kepada kehidupan tuk berjuang menghadapi kerasnya hidup yang seringkali menenggelamkan semangat hidup seseorang yang melawannya.
Kisah ini terjadi ketika aku
berumur 17 tahun. Saat itu aku masih kelas 3 SMA, dan aku bersekolah di salah
satu sekolah terbaik di Malang dengan beasiswa penuh atas kerja kerasku waktu
SMP yang memperoleh gelar juara pertama di lomba OSN (Olimpiade Sains Nasional).
Kala itu aku memiliki hobi yang unik, memotivasi. Yah awalnya aku hanya iseng –
iseng saja membuat fanpage di facebook (saat itu facebook baru saja muncul,
jadi belum begitu banyak member seperti sekarang). Namun lama – kelamaan fanpage-ku
ini menjadi terkenal dan banyak yang meminta pendapat dalam mengatasi masalah –
masalah mereka. Mulai dari masalah sekolah, pacar, keluarga, bahkan masalah –
masalah yang sangat privasi bagi mereka juga tak ketinggalan untuk dibahas di
dalam fanpage itu.
Diantara semua orang yang
menceritakan masalah – masalahnya kepadaku itu, ada seorang lelaki yang
masalahnya begitu menarik perhatianku. Bobby Anonymous. Entah dia memang
anggota anonymous atau bukan, aku tak
tahu. Disini dia bercerita tentang keluarganya yang berantakan, karena ayah dan
ibunya kemungkinan akan bercerai dalam waktu dekat. Akupun memintanya untuk
menceritakan semuanya dari awal. Namun tak kusangka, dia malah meminta untuk
bertemu langsung denganku, karena dia tak ingin mengekspos masalah keluarganya
seperti orang lain yang tak berpikir panjang untuk menjaga privasi keluarganya
di fanpage-ku.
Singkat cerita, aku janjian
dengannya untuk bertemu di sebuah café. Yang kami pilih adalah café yang tidak
terlalu ramai karena ditakutkan akan banyak gangguan jika memilih untuk bertemu
di café yang terkenal cukup ramai. Saat itu pukul 4 sore, hari sabtu. Hari
itulah pertama kalinya aku melihat Bobby. Seorang lelaki yang seumuran
denganku, dengan tinggi yang cukup ideal sebagai seorang pemain bola voli,
serta mata yang menunjukkan bahwa pada bulan – bulan terakhir belakangan ini
dia mengalami guncangan jiwa yang begitu hebat, entah bagaimana aku harus mendefinisikannya.
“Hay, Bobby.”, sapaku saat dia
lewat di depanku, celingukan mencari – cari.
“Hay.”, wajahnya tampak tertegun
sementara dan penuh selidik.
“Kamu admin di fanpage itu?”,
tanyanya seolah sangat tidak percaya kepadaku.
“Iyalah. Kenapa? Kaget ya?”, aku
tersenyum, dibalas senyumannya.
“Iya sih, tapi gak papalah. Oh
iya, aku gak tau nama kamu. Siapa nama kamu?”, tanyanya.
“Panggil aja Gita.”, balasku
dengan ramah.
Setelah basa – basi untuk jangka
waktu sekitar 15 menit, akhirnya aku memintanya untuk menceritakan masalahnya,
mulai dari awal sampai akhir.
“By, sebenarnya kamu
tau gak alasannya kenapa orangtua kamu akan bercerai? Apa kamu pernah melihat
mereka berdua bertengkar hebat di depan kamu?”, tanyaku penuh selidik.
“Aku kurang tau, Git.
Tapi waktu itu, sekitar 3 minggu yang lalu, aku mendengar dari kamarku saat
kedua orangtuaku bertengkar. Saat itu samar – samar kudengar mereka bertengkar
karena ayahku sepertinya memiliki pacar gelap, entah ibuku tau darimana, tapi
secara garis besar itulah inti dari pertengkaran mereka saat itu.”, paparnya.
“Hemb … Sejujurnya
baru kali ini aku menghadapi permasalahan seperti ini, By. Maklum, masih kurang
berpengalaman. Hehehehehe. Baik, mungkin sebaiknya kamu mencoba mendekati mereka, orangtua kamu, satu
per satu. Untuk ayah kamu, coba tanyakan apakah benar kenyataannya bahwa dia
memiliki pacar gelap? Untuk ibu kamu, coba kamu sedikit demi sedikit tenangin
hatinya, lalu cobalah untuk memintanya berfikir kembali atas keputusannya untuk
berpisah dengan ayahmu. Untuk saat ini aku rasa itulah langkah yang tepat untuk
memulai menyelesaikan masalah kamu. Jika ada apa – apa, kamu bisa message atau
telepon ke nomorku.”, jelasku secara rinci lalu memberikan catatan berisi nomor
teleponku.
“Makasih ya, Git. Aku
pasti akan memberi kabar secepatnya jika ada kemajuan untuk masalahku ini.
Sebelumnya terima kasih banyak ya. Aku pergi dulu, maaf. Minumannya biar aku
yang traktir.”, ucapnya sambil pergi berlalu setelah berpamitan kepadaku.
Aku pun hanya
melambaikan tangan sambil tersenyum. Untuk beberapa saat aku kepikiran dengan
masalah Bobby ini. Bagaimana cara yang paling tepat untuk mengatasi
permasalahan ini? Saran yang kuberikan kepadanya hanya kudapat melalui insting,
karena aku tidak mempunya pengalaman untuk masalah – masalah seperti ini.
Akhirnya kuputuskan untuk memikirkannya lebih lanjut di rumah sambil
beristirahat. Bukan karena aku merasa lelah setelah pulang sekolah harus pergi
ke café ini, namun karena beban pikiran yang menghadangku sekarang ini sepertinya
akan menghabiskan waktu cukup lama agar dapat kuselesaikan.
3 hari sudah terlewat sejak aku bertemu dengan Bobby.
Sampai detik ini aku masih belum mendapat kabar apapun darinya. Kurasa dia
sedang berusaha untuk mendekati orangtuanya, dan mencari celah untuk menanyakan
apa yang sudah kusarankan 3 hari yang lalu. Akupun memilih menjalani hariku ini
seperti biasanya saja. Tak kuduga, sepulang sekolah aku mendapat SMS dari
Bobby.
“Aku
sudah ngelakuin apa yang sudah kamu bilang ke aku kemarin, Git. Tapi mereka
(orangtuaku) sepertinya sudah termakan emosi masing – masing. Mereka tidak
ingin menjelaskan apa yang menurut mereka sudah jelas.”
GAGAL !!! Yah aku rasa kurangnya pengalaman hanya akan
menjadi penyebab kegagalan dalam memecahkan masalah seperti ini. Tapi aku tidak
mau menyerah. Bobby sudah percaya padaku. Aku tidak boleh menyia-nyiakannya.
Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk membantu Bobby, bagaimanapun
caranya. Kubalas SMS dari Bobby tadi dengan isi yaitu meminta alamat rumahnya,
lalu ciri – ciri lengkap dari ibu dan ayahnya. Kurasa aku harus bertindak untuk
menemukan langkah selanjutnya yang potensi keberhasilannya 70 – 99%. Yang 1%
kurasa untuk kemungkinan yang sangat tidak terduga.
Esoknya, karena hari ini hari sabtu, sekolahku libur, karena hari ini sekolahku ada kepentingan khusus sehingga terpaksa siswa diliburkan. Hari ini kucoba untuk mendekati kedua orangtua Bobby terlebih dahulu. Saat itu pukul 7 pagi. Aku sampai di depan rumah Bobby, yang kemarin sudah kutelusuri terlebih dahulu agar tidak sampai salah rumah. Kulihat ibu Bobby keluar dari rumah untuk berangkat kerja. Saat dia berjalan, sengaja aku berjalan pula ke arahnya sambil bermain hape. Kami saling tabrak dan tas ibu Bobby pun jatuh.
“Aduh! Maaf tante, saya tidak sengaja.”, ucapku sambil
mengambilkan tas ibu Bobby yang jatuh.
“Iya gak papa kok. Terima kasih ya.”, balas ibu Bobby
sambil tersenyum.
“Tante tinggal di rumah ini?”, tanyaku berpura - pura.
“Iya, dik. Kenapa?”, tanyanya keheranan.
“Tante ibunya Bobby?”, tebakku lagi, tentunya hanya
pura – pura.
“Lho adik ini kenal Bobby? Adik siapa yah?”
“Saya Gita, tante. Saya temannya Bobby waktu SMP dulu.
Bobby ada di rumah gak, te?”, tanyaku.
“Oh iya ada kok. Silahkan mampir. Tapi maaf ya, tante
lagi buru – buru. Sudah terlambat kerja ini soalnya. Bobby sepertinya juga
sudah bangun tadi.”
“Iya, te. Terima kasih. Saya tadi memang berniat
mampir kok, te.”
“Ya sudah, tante berangkat dulu ya. Anggap saja rumah
sendiri.”, ucapnya sambil tersenyum ramah kepadaku.
YES!!! Pendekatan pertama berhasil. Selanjutnya aku
harus mencoba mendekati ayahnya Bobby. Aku rasa ayahnya pasti masih ada di
rumah. Karena yang aku tau dari Bobby, ayahnya adalah seorang penulis dan juga
sekaligus merangkap jadi kritikus seni yang sudah cukup mahir. Jadi kurasa
mustahil seorang penulis memilih untuk menulis karangannya di luar rumah,
kecuali untuk mencari inspirasi. Itupun tidak setiap hari. Kuketuk pintu rumah
Bobby, terdengar suara langkah kaki dari
dalam, dan seorang lelaki paruh baya membuka pintu.
“Iya? Eneng ini cari siapa yah?”, tanya lelaki
tersebut.
“Emm, saya mencari Bobby pak. Bobby-nya ada di rumah?”
“Ohh cari den Bobby? Ada, ada. Silahkan masuk, neng.
Sebentar saya panggilin.”, kata orang tersebut sambil berlalu ke dalam rumah.
Tak lama kemudian, Bobby muncul dan terkejut melihatku
berada di rumahnya.
“Gita!”, serunya.
“Hay, By.”, sapaku sambil terkekeh.
“Kok kamu kesini?”, bisiknya sambil duduk di kursi dan
berhadapan denganku.
“Emangnya gak boleh ya? Yaudah aku pulang aja kalo
gitu.”, aku berpura – pura berdiri dan menghadap keluar rumah.
“Lohlohloh? Tunggu. Ihh nih anak negthink mulu’
kayaknya. Duduk lagi sini.”, perintahnya kepadaku. Dan aku hanya tersenyum
licik sambil duduk kembali.
Beberapa saat kemudian seseorang yang ciri – cirinya
persis seperti ayah Bobby keluar dari kamarnya.
“Bobby, ini siapa?”
“Oh, ayah. Emb .. Perkenalkan ini Gita. Dia …”
“Saya pacarnya Bobby, om.”, ucapku sambil tersenyum kepada ayahnya.
Sedangkan Bobby langsung membelalakkan matanya kepadaku.
“Wah, wah, wah. Bobby tidak pernah cerita tentang nak
Gita. Nak Gita satu sekolah dengan Bobby?”, tanya ayah Bobby sambil duduk di
kursi ketiga dan tersenyum kepadaku.
“Enggak, om. Saya satu sekolah dengan Bobby
waktu SMP dulu. Tapi pacarannya baru beberapa bulan kemarin, om.”. paparku.
Akhirnya kami mengobrol panjang – lebar
tentang banyak hal, namun masih belum menyinggung tentang perceraian kedua
orangtua Bobby. Aku harus mencoba pendekatan yang halus dan tidak terburu –
buru. Jadi aku pulang setelah aku puas telah saling mengenal dengan orangtua
Bobby. Bobby kuberi penjelasan lewat SMS tentang peran baruku sebagai pacarnya
kali ini, tentunya hanya pura – pura.
Selang satu minggu kemudian, aku diajak
mamanya Bobby untuk menemaninya belanja di luar. Kesempatan itu kugunakan untuk
mempertemukan kedua orangtua Bobby. Ku SMS Bobby dengan pesan untuk mengajak
ayahnya keluar ke café yang dulu menjadi tempat aku dan Bobby bertemu pertama
kali. Akupun sengaja mengajak mama Bobby untuk menemaniku ke café tersebut
dengan alasan ada keperluan yang sangat mendesak disana. Mama Bobby pun
terlihat tak keberatan sedikitpun karena aku sudah dianggap seperti anaknya
sendiri.
Pertemuanpun terjadi. Ayah dan Mama Bobby
terlihat terkejut karena tanpa diduga oleh mereka, mereka bertemu di café itu.
Dan aku pun mulai menjelaskan semuanya . . .
“Om, tante, maaf atas pertemuan ini. Tapi
sejujurnya, saya adalah orang yang mengatur semua ini. Sebenarnya saya bukan
pacar Bobby. Dulu Bobby menceritakan semua tentang masalah ini di fanpage saya,
dan akhirnya kami memilih ketemuan disini, di café ini. Saya melakukan ini
karena saya ingin membantu keinginan Bobby untuk menyatukan kembali om dan
tante. Bagi Bobby, om dan tante adalah dua matahari yang selalu diharapkan oleh
Bobby untuk selalu bersama. Om dan tante tentu tau seberapa besar rasa sayang
Bobby kepada kalian berdua. Saya tau permasalahan om dan tante cukup pelik. Dan
Gita minta maaf udah ikut campur ke masalah keluarga kalian.”
“Itu benar ma, pa. Bobby lah yang meminta Gita
untuk membantu Bobby. Bobby gak mau kalian berdua bercerai. Bukannya Bobby
terlalu kekanak-kanakan, tapi Bobby pengen mama dan papa berpikir tentang
Bobby. Sejak kalian berdua bertengkar, suasana keluarga kita tidak lagi terasa
nyaman. Bahkan makan malam pun, yang seharusnya menjadi momen kebersamaan
keluarga kita, tidak lagi seperti dulu. Mama sering makan di luar, sedangkan
papa dan Bobby makan di rumah sendiri. Bobby sayang kalian berdua, dan Bobby
membutuhkan kalian berdua sebagai penuntun Bobby dalam hidup Bobby.”
Kedua orangtua Bobbypun hanya bisa tertegun
mendengar semua penjelasan dariku serta Bobby. Mereka berdua hanya saling
berpandangan, dan akhirnya sama – sama menggelengkan kepala.
“Bobby, maaf. Mama dan papa tidak mungkin lagi
dapat bersama. Mama dan papa sudah mengajukan perceraian ke pengadilan, dan
akan ditindaklanjuti sesegera mungkin. Namun Bobby harus bisa menerima, toh
nanti Bobby tetep bisa melihat mama dan papa, meskipun tidak lagi tinggal satu
rumah.”, jelas Mama Bobby untuk memberi penjelasan kepada Bobby. Sejujurnya,
saat itu aku sendiri mengerti kalau perceraian mereka berdua tidak lagi dapat
dihindari. Dan aku menyadari bahwa Bobby seharusnya bisa menerima hal ini
secara dewasa.
Namun tanpa kuduga, Bobby pergi keluar café sambil
berlari.
BRAKKK!!!
Tiba – tiba sebuah mobil meluncur dari arah kanan Bobby dan menabrak Bobby
yang berlari setelah keluar dari café. Bobby terlempar cukup jauh dan
tergeletak di tanah. Kami bertiga segera berlari menghampiri Bobby yang tak
sadar diri. Semua kejadian begitu cepat berputar di kepalaku. Otakku berusaha
mencerna segala kejadian yang tiba – tiba terjadi ini. Semuanya begitu
mendadak. Dan akupun pingsan setelah melihat Bobby yang terkapar berlumuran
darah.thewriterboys.blogspot.com
Bobby meninggal. Itulah yang
dapat kuceritakan kepada kalian. Setelah dibawa ke rumah sakit, 2 jam Bobby di
ruang UGD dengan dokter – dokter yang berusaha menyelamatkan nyawanya. Namun nyawa Bobby tidak tertolong. Semuanya
sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan nyawa Bobby. Tapi sepertinya
inilah kehendak dari – Nya. Bobby meninggalkan kedua orangtuanya disaat
keluarganya diambang kehancuran. Dia meninggalkan semuanya disini dengan rasa
penyesalan yang tak terhingga.
Setelah tragedi tersebut, Bobby
dimakamkan dengan banyak teman – temannya yang menghadiri pemakamannya. Namun
yang begitu istimewa, Bobby dimakamkan dengan kedua orangtua yang sangat
disayanginya, berada di kedua sisi makamnya untuk melepas kepergiannya. Dibalik
sebuah musibah pasti ada berkah. Dengan kepergian Bobby, kedua orangtua Bobby membatalkan
niat untuk bercerai. Mereka ingin menuruti permintaan terakhir Bobby, seorang
putra yang begitu menyayangi mereka, tanpa mereka sadari kala itu.
Bagiku, apa yang kedua
orangtua Bobby putuskan telah terlambat. Seandainya mereka berdua melakukannya
sejak awal, maka Bobby tidak akan meninggal. Tapi aku juga tidak ingin marah
dengan keadaan. Bagiku ini merupakan pelajaran paling berharga dalam hidupku.
Bagiku, Bobby adalah sosok yang begitu istimewa di mataku. Bobby berusaha melawan
kejamnya dunia ini untuk mengejar kebahagiaannya, meskipun akhirnya dia
berhasil dengan harus mengorbankan nyawa untuk mencapai kebahagiaan yang dia
inginkan. Aku yakin Bobby diatas sana tersenyum melihat kedua orangtuanya
bersama kembali seperti dulu.
Untuk kalian semua yang
membaca ceritaku ini, aku hanya ingin menyampaikan satu pesan. Selama kalian
mampu, sayangilah kedua orangtua kalian selagi kalian sempat. Jangan menunggu
semuanya menjadi terlambat. Rasa sayang dapat ditunjukkan dengan berbagai cara.
Berusahalah menjadi orang yang mampu membuat kedua orangtua kalian tersenyum
bahagia atas kerja keras kalian, seberapa pun sulitnya rintangan yang
membentang di depan kalian.
NB : Setelah membaca cerita
ini, temuilah kedua orangtua kalian, dan peluklah mereka selagi kalian sempat,
kawan.
TAMAT
Link Download File .pdf
1 komentar:
Terima kasih untuk temanku yang sudah membantu merevisi cerita ini :)
#MegaPutriDianIsmanto
Posting Komentar